Kamis, 24 Mei 2018

PERKEMBANGAN BAHASA

PERKEMBANGAN BAHASA

a. Pengertian Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana, bahasa yang digunakannya juga sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal yang lain, meniru dan mengulang hasil yang telah didapatkan merupakan cara  belajar bahasa awal. Bayi bersuara, ‘mm  mmm’, ibunya tersenyum mengulang menirukan dengan memperjelas dan memberi arti suara itu menjadi ‘maem-maem’. Bayi belajar menambah kata-kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Manusia dewasa (terutama ibunya) disekelilingnya membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia enam sampai tujuh tahun, disaat anak mulai bersekolah. Jadi  perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.

b. Karakteristik Perkembangan Bahasa  Remaja

Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang dilingkungan remaja dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa  itu. Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui, dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga  masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata  sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik  yang pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh karena itu perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1.     Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambahnya pengalaman dan meningkatkan kebutuhan. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik dan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual, anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.

2.    Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil untuk cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan akan berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.
Pada dasarnya bahasa  dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan dalam kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja, dan kelompok sosial lainnya.

3.     Kecerdasan anak
Untuk meniru bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan fisik lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.

4.    Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan  anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa.

5.     Kondisi fisik
Kondisi fisik di sini kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya  untuk berkomunikasi, seperti bisu, tuli, gagap, dan organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan alam berbahasa.

d. Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berpikir

Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling mempengaruhi satu sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Seseorang rendah kemampuan berpikirnya, akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya berkomunikasi.
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. seseorang menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan  persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil proses berpikir menjadi tidak tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemprosesan pikir ini diakibatkan kekurangmampuan dalam bahasa

e. Perbedaan Individual dalam Kemampuan dan Perkembangan Bahasa

Menurut Chomsky (Woolfolk, dkk. 1984) anak dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti dalam bidang yang lain, faktor lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol, mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut. Mereka belajar  makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat dan mereka hayati dalam hidupnya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda.
Berpikir dan berbahasa  mempunyai korelasi tinggi; anak dengan IQ tinggi akan berkemampuan  bahasa yang tinggi. Sebaran nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi sesuai dengan varasi kemampuan mereka berpikir.
Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena kekayaan lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebagian besar dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian remaja yang berasal dari lingkungan  yang berbeda juga akan berbeda-beda pula kemampuan dan perkembangan bahasanya.


f. Upaya pengembangan kemampuan bahasa remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan

Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa yang bervariasi bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus mengembangkan strategi belajar-mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak.
Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh murid-murid sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-muridnya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa  lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran yang telah dipercaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya, sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya hendaknya disediakan di sekolah maupun dirumah.

Kamis, 17 Mei 2018

PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHANNYA


PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHANNYA
1.Pengertian
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation"(Microsoft Encarta Encyclopedia,2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya.
Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya.
2. Aspek penyesuaian diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
·      Penyesuaian Pribadi.
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
·         Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya.
3.      Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi. Beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu.
b.    Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain.
c.    Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
4.      Proses Penyesuaian Diri
Menurut Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan digunakannya, kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegitan penyesuaian diri dan konsekuensi apa yang akan timbul dari cara penyesuaian diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini adalah proses. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang kelanjutan selama hidup manusia (Harber & Runyon 1984), kehidupan manusia selalu merubah tujuannya seiring dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Kesimpulan dari proses penyesuaian diri menurut dua tokoh diatas adalah proses yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh dorongan internal dan eksternal yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan hidup yang terjadi pada lingkungannya.
5.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Hariyadi, dkk (1995:110) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1) Faktor internal
a) Faktor motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif mendominasi.
b) Faktor konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya.
c) Faktor persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut.
d) Faktor sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dari pada
remaja yang sering bersikap negatif.
e) Faktor intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar. Manganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses penyesuaian diri akan lebih cepat.
f) Faktor kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis.
2) Faktor eksternal
a) Faktor keluarga terutama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif.
b) Faktor kondisi sekolah. Kondisi sekolah yang sehat akan memberikan landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian diri secara harmonis.
c) Faktor kelompok sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja.
d) Faktor prasangka sosial. Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label remaja negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua dan lain-lain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala dalam proses penyesuaian diri remaja.
e) Faktor hukum dan norma sosial. Bila suatu masyarakat benar benar konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka akan mengembangkan remaja-remaja yang baik penyesuaian dirinya. Sunarto dan Hartono (1994:188) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu :
1) Kondisi fisik
Kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan syaraf, kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya. Kualitas penyesuian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan fisik yang baik.
2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional. Penyesuaian diri pada tiap-tiap individu akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya.
3) Penentu psikologis
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi prosespenyesuaian diri, diantaranya yaitu pengalaman, belajar,kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustrasi dan konflik.
4) Kondisi lingkungan
Keadaan lingkungan yang damai, tentram, penuh penerimaan, pengertian dan mampu memberi perlindungan kepada nggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri.
5) Penentu kultural
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyesuaian dirinya. Contohnya, tata cara kehidupan di panti asuhan akan mempengaruhi bagaimana remaja menempatkan diri dan bergaul dengan orang lain di sekitarnya.

Selasa, 15 Mei 2018

PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP


PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP
1.      Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap
·         Nilai
Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Adapun menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Menurut Harrocks, Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya.
Spranger menggolongkan nilai itu kedalam enam jenis, yaitu:
1.      Nilai teori atau nilai keilmuan (I)
Mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional.
2.      Nilai ekonomi (E)
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya.
3.      Nilai sosial atau nilai solidaritas (Sd)
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik berupa keberuntungan atau ketidakberuntungan.
4.      Nilai agama (A)
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurrut ajaran agama.
5.      Nilai seni (S)
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material.
6.      Nilai politik atau nilai kuasa (K)
Suatu nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau kelompok orang atas dasar pertimbangan baik buru
·         Moral        
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat.
 Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Tokoh yang paling terkenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlbert (1995). Berdasarkan penelitiannya, Kohlbert (1995) menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
  1. penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
  2.  Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.
  3.  Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
·         Sikap
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati.
 Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.
Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi.
Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap.
2.      Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Menurut Danel Susanto, pertumbuhan ataupun perkembangan pada masa remaja biasanya ditandai oleh beberapa perubahan-perubahan, seperti dibawah ini:
1.      Perubahan fisik
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat dan proses kematangan seksual. Beberapa kelenjar yang mengatur fungsi seksualitas pada masa ini telah mulai matang dan berfungsi. Disamping itu tanda-tanda seksualitas sekunder juga mulai nampak pada diri remaja.
2.      Perubahan intelek
Menurut perkembangan kognitif yang dibuat oleh Jean Piaget, seorang remaja telah beralih dari masa konkrit-operasional ke masa formal-operasional. Pada masa konkrit-operasional, seseorang mampu berpikir sistematis terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang bersifat konkrit, sedang pada masa formal operasional ia sudah mampu berpikir se-cara sistematis terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotetis. Pada masa remaja, seseorang juga sudah dapat berpikir secara kritis.
3.      Perubahan emosi
Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi labil. Menurut aliran tradisionil yang dipelopori oleh G. Stanley Hall, perubahan ini terutama disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada kelenjar-kelenjar hor-monal. Namun penelitian-penelitian ilmiah selanjutnya menolak pendapat ini. Sebagai contoh, Elizabeth B. Hurlock menyatakan bahwa pengaruh lingkungan sosial terhadap per-ubahan emosi pada masa remaja lebih besar artinya bila dibandingkan dengan pengaruh hormonal.
4.      Perubahan sosial
Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia dianggap bukan lagi anak-anak. Karena pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga menyerupai orang dewasa, maka seorang remaja juga sering diharapkan bersikap dan bertingkahlaku seperti orang dewasa. Pada masa remaja, seseorang cenderung untuk meng-gabungkan diri dalam ‘kelompok teman sebaya’. Kelompok sosial yang baru ini merupakan tempat yang aman bagi remaja. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga.
3. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap
         Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek bebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya.
4.Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja.
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode penting dalam pembentukan nilai. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak hanya lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggujawabkan secara pribadi.
Tingkat perkembangan fisik psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua atau orang dewasa lainnya. Apabila kalau orang tua dan orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai untuk kemampuan berfikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
5.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang di dalam dirinya.
  1. Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan pertama yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap seseorang. Biasanya tingkah laku seseorang berasal dari bawaan ajaran orang tuanya. Orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan orang tuanya di masa kecil, kemungkinan besar mereka tidak mampu mengembangkan superegonya sehingga mereka bias menjadi orang yang sering melakukan pelanggaran norma.
2.      Lingkungan Sekolah
Di sekolah, anak-anak mempelajari nilai-nilai norma yang berlaku di masyarakat sehingga mereka juga dapat menentukan mana tindakan yang baik dan boleh dilakukan. Tentunya dengan bimbingan guru. Anak-anak cenderung menjadikan guru sebagai model dalam bertingkah laku, oleh karena itu seorang guru harus memiliki moral yang baik.
3.      Lingkungan Pergaulan
Dalam pengembangan kepribadian, factor lingkungan pergaulan juga turut mempengaruhi nilai, moral dan sikap seseorang. Pada masa remaja, biasanya seseorang selalu ingin mencoba suatu hal yang baru. Dan selalu ada rasa tidak enak apabila menolak ajakan teman. Bahkan terkadang seorang teman juga bisa dijadikan panutan baginya.
4.      Lingkungan Masyarakat
Masyarakat sendiri juga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri untuk pelanggar-pelanggarnya.
5.      Teknologi
Pengaruh dari kecanggihan teknologi juga memiliki pengaruh kuat terhadap terwujudnya suatu nilai. Di era sekarang, remaja banyak menggunakan teknologi untuk belajar maupun hiburan. Contoh: internet memiliki fasilitas yang menwarkan berbagai informasi yang dapat diakses secara langsung.
Nilai positifnya, ketika remaja atau siswa mencari bahan pelajaran yang mereka butuhkan mereka dapat mengaksesnya dari internet. Namun internet juga memiliki nilai negative seperti tersedianya situs porno yang dapat merusak moral remaja. Apalagi pada masa remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar dan sangat rentan terhadap informs seperti itu. Mereka belum bisa mengolah pikiran secara matang yang akhirnya akan menimbulkan berbagai tindak kejahatan seperti pemerkosaan dan hamil di luar nikah/hamil usia dini.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya individu yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan.

Laporan Pengukuran Pencahayaan Menggunakan Aplikasi Lux Meter

KLIK LINK DI BAWAH INI https://drive.google.com/file/d/1-IPo8lmvuKe7BubtZSipJaqtahhl1n2N/view?usp=drivesdk