Minggu, 18 November 2018

Moralitas dan Hukum "Ilmu Sosial dan Budaya"


MORALITAS DAN HUKUM
A.  Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum

1.      Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai
               Pada hakikatnya, nilai berkaitan dengan anggapan terhadap baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas. Di dalam lingkungan masyarakat, terdapat berbagai kebudayaan yang dianut sehingga tak heran apabila antara masyarakat pun terdapat perbedaan mengenai tata nilai. Adapun pengertian-pengertian nilai menurut para ahli :
a.       Allport (Rokeach, 1973), mengemukakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya.
b.      Kimball Young (Agung S.S Raharjo, 2009), mengemukakan bahwa nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
c.       A.W Green (Vicentius Satu, 2009), menyatakan bahwa nilai adalah kesadaran yang secara relative berlangsung disertai emosi terhadap objek.
d.      Woods (dalam Vicentius Satu, 2009), menyatakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama, serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
e.       M.Z Lawang (Janu Murdiyatmoko, 2007), menyatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan dapat memengaruhi perilaku social dari orang yang bernilai tersebut.
                Sesuatu yang dianggap bernilai apabila memiliki nilai : menyenangkan (peasant), berguna(useful), memuaskan(satisfying), menguntungkan(profitable), menarik(interesting), dan keyakinan(belief) bagi manusia tersebut.
                Nilai itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu nilai yang bersifat objektif dan bersifat subjektif.
a.       Nilai itu objektif. Menurut aliran idealisme/objektivitas, nilai itu objektif dan ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Hanya saja manusia terkadang yang tidak atau belum tahu tentang nilai dari objektif tsb.
b.      Nilai itu subjektif. Nilai suatu objek terletak pada suatu subjek penilainya.
    Nilai juga memiliki ciri-ciri. Menurut Bambang Daroeso dan Suyahmo (1991), sebagai berikut :
a.       Suatu realitas yang abstrak( tidak dapat ditangkap oleh indra, namun ada).
b.      Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, atau yang diinginkan). Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan oleh manusia.
c.       Berfungsi sebagai daya dorong manusia(motivator). Nilai inilah yang mendorong manusia berbuat sesuatu. Karena mengharapkan sesuatu yang bernilai bagi dirinya maka manusia akan terdorong untuk bertindak meraihnya.
          Menurut Rokeach(1973) dalam Budi Juliardi(2014), nilai itu sendiri berfungsi antara lain :
a.       Sebagai standar, meliputi 1) membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam isu social tertentu dan mengevaluasinya, 2) memengaruhi individu untuk lebih menyukai ideology politik tertentu disbanding ideology politik yang lain, 3) mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain, 4) melakukan evaluasi dan membuat keputusan, 5) mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan memengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bias diprotes, dibantah, dipengaruhi, dan diubah.
b.      Sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan. Umunya, nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
c.       Kunci motivasi, fungsi langsungnya dengan mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, dan fungsi tidak langsungnya untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasi.
         Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu, memberi arah dan intensitas tertentu terhadap tingkah laku(Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga mempresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan selain tuntutan social (Grube, dkk., 1994).
         Walaupun nilai penting bagi manusia karena bersifat normative dan menjadi motivator tindakan manusia, namun nilai belum dapat berfungsi secara praktis sebagai penuntun manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak sehingga membutuhkan wujud atas nilai tersebut. Contohnya, manusia ingin hidup damai dan tenteram, tapi apa yang harus dilakukan manusia agar terwujud kedamaian dan ketentraman itu? Hal yang dibutuhkan adalah menciptakan semacam aturan (norma) agar tercipta tujuan yang diinginkan. Jadi, nilai harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Artinya, norma adalah perwujudan dari nilai. Hal ini sesuai dengan pendapat Henslin (2004) yang menyatakan bahwa “Setiap kelompok mengembangkan harapan mengenai cara benar untuk merefleksikan nilai-nilainya. Para sosiolog menggunakan norma untuk menggambarkan harapan-harapan tersebut, atau aturan perilaku yang berkembang dari nilai-nilai suatu kelompok”.
         Norma atau kaidah merupakan ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Norma berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma juga dipakai sebagai tolak ukur dalam mengevaluasi perbuatan seseorang karena norma selalu berpasangan dengan sanksi. Sanksi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada reaksi yang diperoleh seseorang karena menaati atau melanggar norma. Sanksi positif dapat berupa materi, seperti suatu hadiah, piala, atau uang. Sedangkan sanksi negative mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran suatu norma. Sanksi negative dapat pula berupa materi seperti denda di pengadilan. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari cenderung bersifat simbolis, seperti kata-kata yang keras atau menghardik, dahi berkerut, hingga acungan kepalan tinju.
2.      Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Moral
Bahasa latin Moral berasal dari kata mores yang artinya adat kebiasaan. Sementara dalam Bahasa Yunani, moral adalah “ethos” atau etika yaitu ajaran tentang baik buruk dan diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Sedangkan pengertian moral dalam Bahasa Indonesia adalah akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (KBBI, 2008).
Moral (moralitas) pada hakikatnya adalah istilah manusia untuk menyebut ke manusia lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut “amoral” artinya dia tidak bermoral, yang artinya tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Oleh karena itu, moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu. Tanpa moral, manusia tidak bias melakukan proses sosialisasi karena ia akan dijauhi oleh orang lain. Manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan system nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang ada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman suara hati serta nasihat dan lain-lain. Moral sama dengan etika, etik, akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti. Moral dalam hubungannya dengan nilai, adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua nilai adalah nilai moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik-buruk.
Moral berfungsi sebagai landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari ditengah kehidupan social kemasyarakatan maupun dalam lingkungan keluarga. Suatu hal yang paling penting adalah bahwa moral berada pada batin atau pikiran setiap insan sebagai fungsi control penyeimbang bagi pikiran negative yang akan direalisasikan.
 Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh social budaya setempat yang diyakini keberadaannya. Penggunaan pakaian minim bagi perempuan di Indonesia mungkin akan dianggap melanggar aturan moral orang-orang timur. Akan tetapi, aturan ini bias saja tidak berlaku bagi perempuan di barat yang sudah biasa melakukannya karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami jika mendengar orang mengatakan “perbuatannya tidak bermoral”. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan buruk atau salah karena melanggar nilai dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Sumaryono (1995) dalam Budi Juliardi (2014) mengklarifikasikan moralitas dalam beberapa bagian berikut :
a. Moralitas Objektif
 Moralitas objektif  adalah moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa adanya. Jadi, perbuatan itu mungkin baik atau buruk, mungkin benar atau salah. Contohnya, membunuh merupakan perbuatan tidak baik apa pun alasan dibalik pembunuhan yang lagi.
b. Moralitas Subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah pelakunya, seperti emosional, latar belakang pengetahuan, dan sebagainya. Misalnya , korupsi adalah perbuatan curang/jahat yang harus diberikan sanksi. Akan tetapi, jika yang melakukan korupsi adalah orang berpengaruh atau masih dalam lingkungan keluarga orang penting maka bisa saja ia dibebaskan.
c. Moralitas Intrinsik
Moralitas intrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikat nya dan terlepas dari pengaruh hukum positif yang berlaku. Contohnya, jika orang sudah bekerja maka berilah kepadanya gaji yang sudah menjadi haknya.
d. Moralitas Ekstrinsik
Moralitas ekstrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikat nya tergantung dari pengaruh hukum positif. Contohnya, membunuh adalah perbuatan buruk dan pelakunya harus dikenakan hukuman. Aturan ini juga dimuat dalam hukum positif dan wajib untuk dilaksanakan.
Perwujudan moral bisa melakukan pikiran, tutur kata, perilaku yang luhur, maupun tata sikap manusia.
3.      Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Hukum
Hakikat hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau diluar masyarakat. Manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan sehingga pemeo " Ubi societas ini ius" (dimana ada masyarakat di sana ada hukum) adalah tepat.
Berikut pengertian hukum menurut beberapa ahli :
a.    Plato menyatakan bahwa hukum adalah sistem peraturan yang teratur,   tersusun baik, serta  mengikat masyarakat.
b.    Aristoteles menyatakan bahwa hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
c.    Van Apeldoorn menyatakan bahwa hukum adalah gejala sosial dan tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi aspek kebudayaan, yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
d.   Austin, menyatakan bahwa bahwa hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993).
Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya hukum merupakan seperangkat aturan dalam masyarakat yang berisi perintah dan larangan yang harus ditaati, serta adanya sanksi bagi pelanggarnya. Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dll.
Fungsi hukum dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai berikut:
a.    Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b.    Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
c.    Sebagai sarana penggerak pembangunan.
d.   Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci, antara lain siapa   yang boleh melaksanakan (penegak) hukum.
e.    Sebagai alat penyelesaian sengketa.
f.     Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang berubah.
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, serta memaksa pemerintah sehingga dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.  Pelanggaran terhadap norma hukum ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara hingga hukum mati).
Dibuat norma hukum sebagai aturan/kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi tegas beserta "alat" yang dapat memaksakan penegak nya. Alat itu seperti polisi, hakim, jaksa, dan alat penegak hukum lainnya.
Norma hukum memiliki karakter spesifik yang menjadi ciri identik hukum itu sendiri, yaitu sebagai berikut. (Soeprapto dan Maria Farida,1998).
a.       Norma hukum bersifat heterogen.
b.      Norma hukum dapat dilekatkan oleh sanksi pidana secara fisik dan langsung dan dilaksanakan oleh aparat negara.
c.       Aturannya pasti (tertulis) biasanya dalam bentuk undang-undang atau pasal.
d.      Mengikat semua orang.
e.       Memiliki alat penegak aturan.
f.       Dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti lembaga penegak hukum.
g.      Memiliki sanksi yang berat.
Norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma agama memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Terkadang aturan nya tidak pasti dan tidak tertulis.
b.      Ada atau tidaknya alat penegak tidak pasti (terkadang ada/tidak)
c.       Dibuat oleh masyarakat.
d.      Bersifat tidak terlalu memaksa.
e.       Sanksinya terkesan "ringan".
               Pentingnya norma hukum antara lain karena alasan berikut:
a. Karena sanksi dari norma lainnya belum cukup memaksa untuk menciptakan ketertiban.
b Masih ada perilaku lain yang perlu diatur diluar ketiga norma lainnya, misalnya perilaku dijalan raya, dsb.
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa betapa pentingnya keberadaan hukum dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu karena hanya hukum yang bisa menjamin terciptanya ketertiban, kedamaian dan keadilan.
B.  Permasalahan Nilai, Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara

1.      Permasalahan Nilai Berupa Pelanggaran Nilai
Nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku di dalam kehidupan berkelompok tersebut, tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan pelanggaran atas nilai itu sendiri. Misalnya saja pelanggaran terhadap nilai toleransi di antara umat beragama. Jika seorang individu atau kelompok sudah tidak mengindahkan lagi nilai toleransi dan bersikap meremehkan penganut agama yang berlainan dengan agama yang dianutnya, tentu saja hal ini akan menimbulkan permasalahan. Kerukunan di antara umat beragama akan hilang, bahkan dapat menjurus ke arah disintegrasi/perpecahan dan konflik antarumat beragama.
Bagi masyarakat profesi, nilai diwujudkan dengan membuat kode etik profesi yang berisi nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berkaitan dengan profesi yang diembannya. Kode etik ini biasanya dibuat secara tertulis dan sistematis berdasarkan prinsip moral yang ada, seperti kode etik guru untuk profesi guru, kode etik jurnalis bagi profesi dalam bidang jurnalistik/wartawan dan sebagainya. Akan tetapi, walaupun kode etik itu telah ada, tetap saja pelanggaran etik terjadi. Contohnya, guru memukul siswa. Hal ini tentu saja bertentangan dengan kode etik guru dan bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya melekat dalam diri seorang guru, yaitu guru sebagai panutan dan teladan bagi murid muridnya.

2.      Permasalahan Moral berupa Pelanggaran Moral
Aspek moral tidak kalah penting dengan aspek-aspek lain yang haru dimiliki oleh setiap manusia. Moral yang di miliki seorang individu juga akan memicu “transfer” moral kepada temannya, apalagi dalam dunia remaja pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika moral yang dimiliki teman itu positif. Sebaliknya, akan berpengaruh negatif jika moral yang di tampilkan memang buruk, seperti merokok, menghisap ganja,minum minuman keras, dan perilaku amoral lainnya. Jadi, diperlukan pendampingan orang tua dalam tindakan anak anak nya, terutama bagi orang tua yang mempunyaianak di bawah umur untuk mengontrol moral anak agar tetap pada koridor yang di inginkan
Pelanggaran moral dapat pula dilakukan oleh seorang individu karena adanya pengaruh “figur otoritas”. Anak-anak cenderung memilih figur orang tua sebagai panutan moral. Jika moral orang tua baik maka moral anak juga ikut baik, demikian juga sebaliknya. Disini orang tua harus bisa ,menempatkan diri menjadi figur yang benar-benar di contoh oleh anak-anak untuk membentuk moral yang baik dengan demikian, dapat dikatakan bahwa figur otoritas sangat berpengaruh dalam perkembangan nilai moral orang lain.

3.    Permasalahan Hukum berupa Pelanggaran Hukum
Hukum di ciptakan untuk di taati demi terwujudnya ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Akan tetapi, pelanggaran hukum tetap saja terjadi akibat lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum adala kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau peritah dari luar utuk tunduk pada hukum yang berlaku disinila letak permasalahan hukum yang berlaku dewasa ini, ketika masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibat lemahnya kesadaran hukum masyarakat ini, berbagai pelanggaran hukum sering terjadi, seperti membawa kendaraan tanpa SIM, menghargai sepeda motor tanpa helm, dan pelanggaran lainnya. Contoh-contoh ini merupakan bukti dari dalam diri individu bahwa individu yang melakukan pelanggaran memang tidak/belum memiliki kesadaran hukum.
Permasalahan hukum selanjutnya adalah hukum selalu digunakan oleh penguasa sebagai alat legitimasi untuk berbuat semaunya hukum di ciptakan bukan untuk kebaikan bersama, tetapi lebiih untuk menguntungkan satu pihak atau kelompok saja dan menyengsarakan masyarakat banyak. Hal ini tidak boleh terjadi, karena hukum adalah yang tertinggi dalam sebuah negara (supremasi hukum). Hukum mengatur pemerintah, bukan pemerintah yang mengatur hukum.
Henslin (2006) bahkan menyatakan bahwa “menurut para ahli teori konflik, ide bahwa hukum beroprasi secara tidak memihak dan menerapkan suatu peraturan yang dianut oleh semua orang merupakan suatu mitos budaya yang di promosikan oleh kelas kapitalis”. Para ahli teori itu di jelaskan oleh Henslin yang mengutip pendapat Spitzer (1975) bahwa hukum sebagai suatu alat yang didesain untuk mempertahankan orang yang berkuasa dalam kedudukan mereka yang istimewa.
Permasalahan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara yang berupa pelanggaran terhadap nilai, moral, dan hukum diatas memiliki perbedaan masing-masing. Misalnya, negara berhak memberi sanksi bila warga negara melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak berwenang menjatuhkan sanksi bagi pelanggaran moral dan etik/nilai, kecuali jika pelanggaran etik itu sudah menjurus pada pelanggaran hukum.

















MANUSIA DAN PENDERITAAN

A.     Pengertian Penderitaan
Penderitaan adalah menanggung atau menjalani sesuatu yang sangat tidak menyenangkan yang dapat dirasakan oleh manusia.Setiap manusia pasti pernah mengalami penderitaan baik secara fisik maupun batin.Penderitaan juga termasuk realitas dunia dan manusia.Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan.Namun, peranan individu juga menentukan berat tidaknya suatu intensitas penderitaan.
 Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan suatu penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
 Memang harus diakui, di antara kita dan dalam masyarakat masih terdapat banyak orang yang sungguh-sungguh berkehendak baik, yaitu manusia yang merasa prihatin atas aneka tindakan kejam yang ditujukan kepada sesama manusia yang tidak saja prihatin, melainkan berperan serta mengurangi penderitaan sesamanya, bahkan juga berusaha untuk mencegah penderitaan atau paling tidak menguranginya, serta manusia yang berusaha keras tanpa pamrih untuk melindungi, memelihara dan mengembangkan lingkungan alam ciptaan secara berkelanjutan. Ada keinginan alamiah manusia untuk menghindari penderitaan.Tetapi justru penderitaan itu merupakan bagian yang terkandung dalam kemanusiaannya.
B.     Hubungan Manusia dan Penderitaan
Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.Dialah yang maha kuasa atas segala yang ada isi jagad raya ini.Beliau menciptakan mahluk yang bernyawa dan tak bernyawa.Allah tetap kekal dan tak pernah terikat dengan penderitaan.
Mahluk bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan keinginannya.Perlu di pahami mahluk hidup selalu membutuhkan pembaharuan dalam diri, seperti memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidup, membutuh air dan udara, dan membutuhkan penyegaran rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi manusia akan mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi, manusia telah melakukan penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu di penuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan kekal di akhirat.
Manusia sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya menggunakan insting namun juga pemikirannya dan perasaanya.Tidak hanya naluri namun juga nurani.Manusia diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak dapat berdiri sendiri secara mutlak.Manusia perlu menjaga dirinya dan selalu mengharapkan perlindungan kepada penciptanya.Manusia kadang kala mengalami kesusahan dalam penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya akibat tidak dapat memenuhi penghidupanya.
Manusia memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan. Karena bila tidak dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa sakit. Manusia selau berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya memenuhi kehendak untuk mencapai hasrat, walau tidak menderita didunia, namun sikap memenuhi kehendak hanya akan membawa pada pintu-pintu kesesatan dan membawa pada penyiksaan didalam neraka.
 Manusia didunia melakukan kenikmatan berlebihan akan membawa pada penderitaan dan rasa sakit. Muncul penyakit jasmani juga terkadang muncul dari penyakit rohani.Manusia mendapat penyiksaan di dunia agar kembali pada jalan Allah dan menyadari kesalahanya. Namun bila manusia tidak menyadari malah semakin menjauhkan diri maka akan membawa pada pederitaan di akhirat.
Banyak yang salah kaprah dalam menyikapi penderitaan.Ada yang menganggap sebagai menikmati rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan.Sangat terlihat penderitaan memiliki kaitan dengan kehidupan manusia berupa siksaan, kemudian rasa sakit, yang terkadang membuat manusia mengalami kekalutan mental.Apa bila manusia tidak mampu melewati proses tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak dapat menggiring manusia pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka.
C. Penderitaan dan Perjuangan
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti akan mengalami penderitaan, baik yang berat maupun yang ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrati, karena tergantung kepada manusia itu sendiri bisa menyelesaikan masalah itu semaksimal mungkin apa tidak. Manusia dalah makhluk berbudaya, dengan budaya itulah ia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam hidupnya atau yang dialaminya. Hal ini bisa mebuat manusia kreatif, baik bagi penderita sendiri maupun bagi orang lain yang melihat atau berada di sekitarnya. Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, tetapi juga harus merasakan penderitaan.Manusia juga harus optimis tiap mengalami penderitaan tersebut, karena penderitaan sebagaimana halnya hanya sebagai ujian dari yang Maha Kuasa.Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya untuk meneruskan kelangsungan hidup. Caranya manusia terssebut harus berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan, masyarakat sekitar, dengan waspada dan disertai doa kepada Tuhan supaya kita bisa terhindar dari segala bahaya dan malapetaka. Manusia hanya berencana tetapi Tuhan juga yang menentukan.Kelalaian manusia bisa menjadi sumber dari segala penderitaan tersebut. Penderitaan yang terjadi selain dialami sendiri oleh orang yang bersangkutan, tetapi juga bisa dialamai oleh orang lain. Penderitaan juga bisa terjadi akibat kelalaian orang lain atau penderitaan orang lain.
D.      Penderitaan dan Sebab-sebabnya
Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia Penderitaan ini menyangkut tentang manusia dan lingkungan sekitarnya.Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk ini dapat diperbaiki manusia hingga menjadi nasib baik. Dengan kata lain manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya. Tetapi kalau takdir Allah yang menentukan kita hanya bisa menerima, sedangkan nasib buruk itu manusia sebagai penyebabnya. Maka dari itu manusia dituntut untuk berusaha untuk mendapatkan kehidupan sebaik baiknya dengan cara yang baik pula. Apabila kita kelompokkan secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut:
a.       Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
Penderitaan yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk.Nasib buruk mi dapat diperbaiki manusia supaya menjadi baik.Dengan kata lain, manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya. Perbedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir, Tuhan yang menentukan sedangkan nasib buruk itu manusia penyebabnya.
b.      Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan.  
Penderitaan manusia dapat juga terjadi akibat penyakit atau siksaan/azab Tuhan.Namun kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu.Banyak contoh kasus penderitaan semacam mi dialami manusia. Beberapa kasus penderitaan dapat diungkapkan bentuk ini:
1. Seorang anak lelaki buta sejak dilahirkan, diasuh dengan tabah oleh orang tuanya. Ia disekolahkan, kecerdasannya luar biasa. Walaupun ia tidak dapat melihat dengan mata hatinya terang benderang. Karena kecerdasannya, ia memperoleh pendidikan sampai di Universitas, dan akhirnya memperoleh gelar Doktor di Universitas Di Sorbone Perancis. Dia adalah Prof. Dr. Thaha Husen, Guru besar Universitas di Kairo Mesir.
2.  Nabi Ayub mengalami siksaan Tuhan, tetapi dengan sabar ia menerima cobaan ini. Bertahun-tahun ia menderita penyakit kulit, sehingga istrinya bosan memeliharanya, dan ia dikucilkan. Berkat kesabaran dan pasrah kepada Tuhan, sembuhlah Ia dan tampak lebih muda, sehingga istrinya tidak mengenalinya lagi. Di sini kita dihadapkan kepada masalah sikap hidup kesetiaan, kesabaran, tawakal, percaya, pasrah, tetapi juga sikap hidup yang lemah, seperti kesetiaan dan kesabaran sang istri yang luntur, karena penyakit Nabi Ayub yang lama
E.  Pengaruh Penderitaan       
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif.Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, dan ingin bunuh diri.Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa “sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”, “nasi sudah menjadi bubur”.Kelanjutan dan sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, misalnya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dan penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dan kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti, misalnya anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa; anti ibu tiri, ia berjuang melawan sikap ibu tiri; anti kekerasan, ia berjuang menentang kekerasan, dan lain-lain.
 Apabila sikap negatif dan sikap positif ini dikomunikasikan oleh para seniman  kepada para pembaca, penonton, maka para pembaca, para penonton akan memberikan penilaiannya. Penilaian itu dapat berupa kemauan untuk mengadakan perubahan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat dengan tujuan perbaikan keadaan.Keadaan yang sudah tidak sesuai ditinggalkan dan diganti dengan keadaan yang lebih sesuai.Keadaan yang berupa hambatan harus disingkirkan.
F.   Kekalutan Mental
 Pengertian kekalutan mental merupakan suatu keadaan dimana jiwa seseorang mengalami kekacauan dan kebingungan dalam dirinya sehingga ia merasa tidak berdaya. Saat mendapat kekalutan mental berarti seseorang tersebut sedang mengalami kejatuhan mental dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan oleh orang tersebut. Dengan mental yang jatuh tersebut tak jarang membuat orang yang mengalami kejatuhan mental menjadi tak waras lagi atau gila.Karena itu orang yang mengalami kejatuhan atau kekalutan mental seharusnya mendapat dukungan moril dari orang-orang dekat di sekitarnya seperti orangtua, keluarga atau bahkan temanteman dekat atau teman-teman pergaulannya.Hal tersebut dibutuhkan agar orang tersebut mendapat semangat lagi dalam hidup.
·         Gejala-gejala seseorang mengalami kekalutan mental
Jasmaninya sering merasakan pusing-pusing, sesak napas, demam dan nyeri pada lambung.Jiwanya sering menunjukkan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, dan mudah marah.
·         Tahap-tahap gangguan kejiwaan Tahapan-tahapan gangguan jiwa adalah
Gangguan kejiwaan nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rohaninya. Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara bertahan dirinya salah, pada orang yang tidak menderita gangguan kejiwaan bila menghadapi persoalan, justru lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan.

G.  Proses Kekalutan Mental
Proses-proses kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorongnya ke arah Positif : trauma (luka jiwa) yang dialami dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap survive dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajud waktu malam hari untuk memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, ataupun melakukan kegitan yang positif setelah kejatuhan dalam kehidupan. Negatif : trauma dialami diperlannkan atau diperturutkan, sehingga yangbersangkutan mengalami frustasi,yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan.
H.  Siksaan
Penderitaan biasanya di sebabkan oleh siksaan. Baik fisik ataupun jiwanya.Siksaan atau penyiksaan (Bahasa Inggris: torture) digunakan untuk merujuk pada penciptaan rasa sakit untuk menghancurkan kekerasan hati korban. Segala tindakan yang menyebabkan penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang dengan sengaja dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasi, balas dendam, hukuman, pemaksaan informasi, atau mendapatkan pengakuan palsu untuk propaganda atau tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan. Siksaan dapat digunakan sebagai suatu cara interogasi untuk mendapatkan pengakuan. Siksaan juga dapat digunakan sebagai metode pemaksaan atau sebagai alat untuk mengendalikan kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi suatu pemerintah.Arti siksaan, siksaan berupa jasmani dan rohani bersifat psikis, kebimbangan, kesepian, ketakutan.
Siksaan Yang Sifatnya Psikis :
·         Kebimbangan memiliki arti tidak dapat menetukan pilihan mana yang akan dipilih.
·         Kesepian merupakan rasa sepi yang dia alami pada dirinya sendiri / jiwanya walaupun ia dalam lingkungan orang ramai.
·         Ketakutan adalah sebuah sesuatu yang tidak dinginkan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar – besarkan tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia
Penyebab seseorang merasakan ketakutan, antara lain:
1.      Claustrophobia dan agrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup.
2.       Gamang adalah rasa takut akan tempat yang tinggi.
3.       Kegelapan adalah rasa takut bila seseorang berada di tempat gelap.
4.       Kesakitan merupakan ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang akan dialami.
5.      Kegagalan ketakutan dari seseotang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalankan mengalami kegagalan


 
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Pengukuran Pencahayaan Menggunakan Aplikasi Lux Meter

KLIK LINK DI BAWAH INI https://drive.google.com/file/d/1-IPo8lmvuKe7BubtZSipJaqtahhl1n2N/view?usp=drivesdk