MORALITAS
DAN HUKUM
A. Hakikat,
Fungsi, dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum
1.
Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai
Pada hakikatnya, nilai berkaitan dengan anggapan
terhadap baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas. Di dalam lingkungan
masyarakat, terdapat berbagai kebudayaan yang dianut sehingga tak heran apabila
antara masyarakat pun terdapat perbedaan mengenai tata nilai. Adapun
pengertian-pengertian nilai menurut para ahli :
a. Allport (Rokeach, 1973), mengemukakan bahwa nilai
adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan
pilihannya.
b. Kimball Young (Agung S.S Raharjo, 2009), mengemukakan
bahwa nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa
yang dianggap penting dalam masyarakat.
c. A.W Green (Vicentius Satu, 2009), menyatakan bahwa
nilai adalah kesadaran yang secara relative berlangsung disertai emosi terhadap
objek.
d. Woods (dalam Vicentius Satu, 2009), menyatakan bahwa
nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama, serta mengarahkan
tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
e. M.Z Lawang (Janu Murdiyatmoko, 2007), menyatakan bahwa
nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan dapat
memengaruhi perilaku social dari orang yang bernilai tersebut.
Sesuatu yang dianggap bernilai apabila memiliki nilai
: menyenangkan (peasant), berguna(useful), memuaskan(satisfying),
menguntungkan(profitable), menarik(interesting), dan keyakinan(belief) bagi
manusia tersebut.
Nilai itu sendiri terbagi menjadi 2, yaitu nilai yang
bersifat objektif dan bersifat subjektif.
a. Nilai itu objektif. Menurut aliran
idealisme/objektivitas, nilai itu objektif dan ada pada setiap sesuatu. Tidak
ada yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.
Hanya saja manusia terkadang yang tidak atau belum tahu tentang nilai dari
objektif tsb.
b. Nilai itu subjektif. Nilai suatu objek terletak pada
suatu subjek penilainya.
Nilai juga memiliki ciri-ciri. Menurut Bambang Daroeso
dan Suyahmo (1991), sebagai berikut :
a. Suatu realitas yang abstrak( tidak dapat ditangkap
oleh indra, namun ada).
b. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, atau yang
diinginkan). Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan oleh
manusia.
c. Berfungsi sebagai daya dorong manusia(motivator).
Nilai inilah yang mendorong manusia berbuat sesuatu. Karena mengharapkan
sesuatu yang bernilai bagi dirinya maka manusia akan terdorong untuk bertindak
meraihnya.
Menurut Rokeach(1973) dalam Budi Juliardi(2014), nilai
itu sendiri berfungsi antara lain :
a. Sebagai standar, meliputi 1) membimbing individu dalam
mengambil posisi tertentu dalam isu social tertentu dan mengevaluasinya, 2)
memengaruhi individu untuk lebih menyukai ideology politik tertentu disbanding
ideology politik yang lain, 3) mengarahkan cara menampilkan diri pada orang
lain, 4) melakukan evaluasi dan membuat keputusan, 5) mengarahkan tampilan
tingkah laku membujuk dan memengaruhi orang lain, memberitahu individu akan
keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bias
diprotes, dibantah, dipengaruhi, dan diubah.
b. Sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan. Umunya, nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai
yang dominan pada individu yang bersangkutan.
c. Kunci motivasi, fungsi langsungnya dengan mengarahkan
tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, dan fungsi tidak langsungnya
untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi
motivasi.
Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu
tindakan tertentu, memberi arah dan intensitas tertentu terhadap tingkah
laku(Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai
juga mempresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan selain
tuntutan social (Grube, dkk., 1994).
Walaupun nilai penting bagi manusia karena bersifat
normative dan menjadi motivator tindakan manusia, namun nilai belum dapat
berfungsi secara praktis sebagai penuntun manusia itu sendiri. Nilai sendiri
masih bersifat abstrak sehingga membutuhkan wujud atas nilai tersebut.
Contohnya, manusia ingin hidup damai dan tenteram, tapi apa yang harus
dilakukan manusia agar terwujud kedamaian dan ketentraman itu? Hal yang
dibutuhkan adalah menciptakan semacam aturan (norma) agar tercipta tujuan yang
diinginkan. Jadi, nilai harus diimplementasikan dalam bentuk norma. Artinya,
norma adalah perwujudan dari nilai. Hal ini sesuai dengan pendapat Henslin
(2004) yang menyatakan bahwa “Setiap kelompok mengembangkan harapan mengenai
cara benar untuk merefleksikan nilai-nilainya. Para sosiolog menggunakan norma
untuk menggambarkan harapan-harapan tersebut, atau aturan perilaku yang
berkembang dari nilai-nilai suatu kelompok”.
Norma atau kaidah merupakan ketentuan yang menjadi
pedoman dan panduan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat. Norma
berisi anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam
bertindak sehingga kehidupan ini menjadi lebih baik. Norma juga dipakai sebagai
tolak ukur dalam mengevaluasi perbuatan seseorang karena norma selalu
berpasangan dengan sanksi. Sanksi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
pada reaksi yang diperoleh seseorang karena menaati atau melanggar norma.
Sanksi positif dapat berupa materi, seperti suatu hadiah, piala, atau uang.
Sedangkan sanksi negative mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran
suatu norma. Sanksi negative dapat pula berupa materi seperti denda di
pengadilan. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari cenderung bersifat simbolis,
seperti kata-kata yang keras atau menghardik, dahi berkerut, hingga acungan
kepalan tinju.
2. Hakikat,
Fungsi, dan Perwujudan Moral
Bahasa latin Moral berasal dari kata mores yang artinya adat kebiasaan.
Sementara dalam Bahasa Yunani, moral adalah “ethos” atau etika yaitu ajaran
tentang baik buruk dan diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya. Sedangkan pengertian moral dalam Bahasa Indonesia adalah
akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib
hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (KBBI,
2008).
Moral (moralitas) pada hakikatnya adalah istilah
manusia untuk menyebut ke manusia lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai
positif. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut “amoral” artinya
dia tidak bermoral, yang artinya tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Oleh karena itu, moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu. Tanpa moral, manusia tidak bias melakukan proses
sosialisasi karena ia akan dijauhi oleh orang lain. Manusia harus memiliki
moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan
bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda
sesuai dengan system nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral
juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
seseorang ada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman suara hati
serta nasihat dan lain-lain. Moral sama dengan etika, etik, akhlak, kesusilaan,
dan budi pekerti. Moral dalam hubungannya dengan nilai, adalah bagian dari
nilai, yaitu nilai moral. Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua nilai adalah nilai
moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang
baik-buruk.
Moral berfungsi sebagai landasan dan patokan bertindak
bagi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari ditengah kehidupan social kemasyarakatan
maupun dalam lingkungan keluarga. Suatu hal yang paling penting adalah bahwa
moral berada pada batin atau pikiran setiap insan sebagai fungsi control
penyeimbang bagi pikiran negative yang akan direalisasikan.
Moral
sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh social budaya setempat yang diyakini
keberadaannya. Penggunaan pakaian minim bagi perempuan di Indonesia mungkin
akan dianggap melanggar aturan moral orang-orang timur. Akan tetapi, aturan ini
bias saja tidak berlaku bagi perempuan di barat yang sudah biasa melakukannya
karena sudah menjadi kebiasaan mereka. Moral selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami jika
mendengar orang mengatakan “perbuatannya tidak bermoral”. Perkataan tersebut
mengandung makna bahwa perbuatan buruk atau salah karena melanggar nilai dan
norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Sumaryono (1995) dalam Budi Juliardi (2014)
mengklarifikasikan moralitas dalam beberapa bagian berikut :
a. Moralitas Objektif
Moralitas objektif adalah moralitas perbuatan yang melihat
perbuatan manusia sebagaimana apa adanya. Jadi, perbuatan itu mungkin baik atau
buruk, mungkin benar atau salah. Contohnya, membunuh merupakan perbuatan tidak
baik apa pun alasan dibalik pembunuhan yang lagi.
b. Moralitas Subjektif
Moralitas
subjektif adalah moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana
adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah pelakunya, seperti emosional, latar
belakang pengetahuan, dan sebagainya. Misalnya , korupsi adalah perbuatan
curang/jahat yang harus diberikan sanksi. Akan tetapi, jika yang melakukan
korupsi adalah orang berpengaruh atau masih dalam lingkungan keluarga orang
penting maka bisa saja ia dibebaskan.
c. Moralitas Intrinsik
Moralitas
intrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar
atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikat nya dan terlepas dari pengaruh
hukum positif yang berlaku. Contohnya, jika orang sudah bekerja maka berilah
kepadanya gaji yang sudah menjadi haknya.
d. Moralitas Ekstrinsik
Moralitas
ekstrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan benar
atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikat nya tergantung dari pengaruh
hukum positif. Contohnya, membunuh adalah perbuatan buruk dan pelakunya harus
dikenakan hukuman. Aturan ini juga dimuat dalam hukum positif dan wajib untuk
dilaksanakan.
Perwujudan
moral bisa melakukan pikiran, tutur kata, perilaku yang luhur, maupun tata
sikap manusia.
3.
Hakikat,
Fungsi, dan Perwujudan Hukum
Hakikat
hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin
menggambarkan hidup manusia tanpa atau diluar masyarakat. Manusia, masyarakat,
dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan sehingga pemeo
" Ubi societas ini ius" (dimana ada masyarakat di sana ada
hukum) adalah tepat.
Berikut
pengertian hukum menurut beberapa ahli :
a. Plato
menyatakan bahwa hukum adalah sistem peraturan yang teratur, tersusun baik, serta mengikat masyarakat.
b. Aristoteles
menyatakan bahwa hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya
mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
c. Van
Apeldoorn menyatakan bahwa hukum adalah gejala sosial dan tidak ada masyarakat
yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi aspek kebudayaan, yaitu agama,
kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
d. Austin,
menyatakan bahwa bahwa hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk
memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang
berkuasa atasnya (Friedmann, 1993).
Berdasarkan
definisi diatas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya hukum merupakan
seperangkat aturan dalam masyarakat yang berisi perintah dan larangan yang
harus ditaati, serta adanya sanksi bagi pelanggarnya. Hukum diciptakan dengan
tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian
hukum, dll.
Fungsi
hukum dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai berikut:
a. Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.
b. Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
c. Sebagai
sarana penggerak pembangunan.
d. Sebagai
penentuan alokasi wewenang secara terperinci, antara lain siapa yang boleh melaksanakan (penegak) hukum.
e. Sebagai
alat penyelesaian sengketa.
f. Memelihara
kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang
berubah.
Norma
hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, serta
memaksa pemerintah sehingga dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma hukum ini berupa
sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara hingga hukum mati).
Dibuat
norma hukum sebagai aturan/kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi tegas
beserta "alat" yang dapat memaksakan penegak nya. Alat itu seperti
polisi, hakim, jaksa, dan alat penegak hukum lainnya.
Norma
hukum memiliki karakter spesifik yang menjadi ciri identik hukum itu sendiri,
yaitu sebagai berikut. (Soeprapto dan Maria Farida,1998).
a. Norma
hukum bersifat heterogen.
b. Norma
hukum dapat dilekatkan oleh sanksi pidana secara fisik dan langsung dan
dilaksanakan oleh aparat negara.
c. Aturannya
pasti (tertulis) biasanya dalam bentuk undang-undang atau pasal.
d. Mengikat
semua orang.
e. Memiliki
alat penegak aturan.
f. Dibuat
oleh lembaga yang berwenang seperti lembaga penegak hukum.
g. Memiliki
sanksi yang berat.
Norma
kesopanan, norma kesusilaan dan norma agama memiliki ciri sebagai berikut:
a. Terkadang
aturan nya tidak pasti dan tidak tertulis.
b. Ada
atau tidaknya alat penegak tidak pasti (terkadang ada/tidak)
c. Dibuat
oleh masyarakat.
d. Bersifat
tidak terlalu memaksa.
e. Sanksinya
terkesan "ringan".
Pentingnya
norma hukum antara lain karena alasan berikut:
a. Karena sanksi dari
norma lainnya belum cukup memaksa untuk menciptakan ketertiban.
b Masih ada perilaku
lain yang perlu diatur diluar ketiga norma lainnya, misalnya perilaku dijalan
raya, dsb.
Berdasarkan
uraian di atas sangat jelas bahwa betapa pentingnya keberadaan hukum dan
fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu
karena hanya hukum yang bisa menjamin terciptanya ketertiban, kedamaian dan
keadilan.
B. Permasalahan Nilai,
Moral, dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
1.
Permasalahan
Nilai Berupa Pelanggaran Nilai
Nilai
yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku
di dalam kehidupan berkelompok tersebut, tentunya tidak akan terlepas dari
tindakan-tindakan pelanggaran atas nilai itu sendiri. Misalnya saja pelanggaran
terhadap nilai toleransi di antara umat beragama. Jika seorang individu atau
kelompok sudah tidak mengindahkan lagi nilai toleransi dan bersikap meremehkan
penganut agama yang berlainan dengan agama yang dianutnya, tentu saja hal ini
akan menimbulkan permasalahan. Kerukunan di antara umat beragama akan hilang,
bahkan dapat menjurus ke arah disintegrasi/perpecahan dan konflik antarumat
beragama.
Bagi
masyarakat profesi, nilai diwujudkan dengan membuat kode etik profesi yang
berisi nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berkaitan
dengan profesi yang diembannya. Kode etik ini biasanya dibuat secara tertulis
dan sistematis berdasarkan prinsip moral yang ada, seperti kode etik guru untuk
profesi guru, kode etik jurnalis bagi profesi dalam bidang jurnalistik/wartawan
dan sebagainya. Akan tetapi, walaupun kode etik itu telah ada, tetap saja
pelanggaran etik terjadi. Contohnya, guru memukul siswa. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan kode etik guru dan bertentangan dengan nilai-nilai yang
seharusnya melekat dalam diri seorang guru, yaitu guru sebagai panutan dan
teladan bagi murid muridnya.
2.
Permasalahan
Moral berupa Pelanggaran Moral
Aspek
moral tidak kalah penting dengan aspek-aspek lain yang haru dimiliki oleh
setiap manusia. Moral yang di miliki seorang individu juga akan memicu
“transfer” moral kepada temannya, apalagi dalam dunia remaja pengaruh
pertemanan ini akan berdampak positif jika moral yang dimiliki teman itu
positif. Sebaliknya, akan berpengaruh negatif jika moral yang di tampilkan
memang buruk, seperti merokok, menghisap ganja,minum minuman keras, dan
perilaku amoral lainnya. Jadi, diperlukan pendampingan orang tua dalam tindakan
anak anak nya, terutama bagi orang tua yang mempunyaianak di bawah umur untuk
mengontrol moral anak agar tetap pada koridor yang di inginkan
Pelanggaran
moral dapat pula dilakukan oleh seorang individu karena adanya pengaruh “figur
otoritas”. Anak-anak cenderung memilih figur orang tua sebagai panutan moral.
Jika moral orang tua baik maka moral anak juga ikut baik, demikian juga
sebaliknya. Disini orang tua harus bisa ,menempatkan diri menjadi figur yang
benar-benar di contoh oleh anak-anak untuk membentuk moral yang baik dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa figur otoritas sangat berpengaruh dalam
perkembangan nilai moral orang lain.
3.
Permasalahan
Hukum berupa Pelanggaran Hukum
Hukum
di ciptakan untuk di taati demi terwujudnya ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat. Akan tetapi, pelanggaran hukum tetap saja terjadi akibat lemahnya
kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum adala kesadaran diri sendiri tanpa
tekanan, paksaan, atau peritah dari luar utuk tunduk pada hukum yang berlaku
disinila letak permasalahan hukum yang berlaku dewasa ini, ketika masih
rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Akibat lemahnya kesadaran hukum
masyarakat ini, berbagai pelanggaran hukum sering terjadi, seperti membawa
kendaraan tanpa SIM, menghargai sepeda motor tanpa helm, dan pelanggaran
lainnya. Contoh-contoh ini merupakan bukti dari dalam diri individu bahwa
individu yang melakukan pelanggaran memang tidak/belum memiliki kesadaran
hukum.
Permasalahan
hukum selanjutnya adalah hukum selalu digunakan oleh penguasa sebagai alat
legitimasi untuk berbuat semaunya hukum di ciptakan bukan untuk kebaikan
bersama, tetapi lebiih untuk menguntungkan satu pihak atau kelompok saja dan
menyengsarakan masyarakat banyak. Hal ini tidak boleh terjadi, karena hukum
adalah yang tertinggi dalam sebuah negara (supremasi hukum). Hukum mengatur
pemerintah, bukan pemerintah yang mengatur hukum.
Henslin
(2006) bahkan menyatakan bahwa “menurut para ahli teori konflik, ide bahwa
hukum beroprasi secara tidak memihak dan menerapkan suatu peraturan yang dianut
oleh semua orang merupakan suatu mitos budaya yang di promosikan oleh kelas
kapitalis”. Para ahli teori itu di jelaskan oleh Henslin yang mengutip pendapat
Spitzer (1975) bahwa hukum sebagai suatu alat yang didesain untuk
mempertahankan orang yang berkuasa dalam kedudukan mereka yang istimewa.
Permasalahan
nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara yang berupa pelanggaran
terhadap nilai, moral, dan hukum diatas memiliki perbedaan masing-masing.
Misalnya, negara berhak memberi sanksi bila warga negara melakukan pelanggaran
hukum, tetapi tidak berwenang menjatuhkan sanksi bagi pelanggaran moral dan etik/nilai,
kecuali jika pelanggaran etik itu sudah menjurus pada pelanggaran hukum.
MANUSIA DAN PENDERITAAN
A.
Pengertian
Penderitaan
Penderitaan
adalah menanggung atau menjalani sesuatu yang sangat tidak menyenangkan yang
dapat dirasakan oleh manusia.Setiap manusia pasti pernah mengalami penderitaan
baik secara fisik maupun batin.Penderitaan juga termasuk realitas dunia dan
manusia.Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan
ada juga yang ringan.Namun, peranan individu juga menentukan berat tidaknya
suatu intensitas penderitaan.
Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh
seseorang belum tentu merupakan suatu penderitaan bagi orang lain. Dapat pula
suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai
langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Memang harus diakui, di antara kita dan dalam
masyarakat masih terdapat banyak orang yang sungguh-sungguh berkehendak baik,
yaitu manusia yang merasa prihatin atas aneka tindakan kejam yang ditujukan
kepada sesama manusia yang tidak saja prihatin, melainkan berperan serta
mengurangi penderitaan sesamanya, bahkan juga berusaha untuk mencegah
penderitaan atau paling tidak menguranginya, serta manusia yang berusaha keras
tanpa pamrih untuk melindungi, memelihara dan mengembangkan lingkungan alam
ciptaan secara berkelanjutan. Ada keinginan alamiah manusia untuk menghindari
penderitaan.Tetapi justru penderitaan itu merupakan bagian yang terkandung
dalam kemanusiaannya.
B.
Hubungan
Manusia dan Penderitaan
Allah
adalah pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.Dialah yang maha
kuasa atas segala yang ada isi jagad raya ini.Beliau menciptakan mahluk yang
bernyawa dan tak bernyawa.Allah tetap kekal dan tak pernah terikat dengan
penderitaan.
Mahluk
bernyawa memiliki sifat ingin tepenuhi segala hasrat dan keinginannya.Perlu di
pahami mahluk hidup selalu membutuhkan pembaharuan dalam diri, seperti
memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidup, membutuh air dan udara, dan
membutuhkan penyegaran rohani berupa ketenangan. Apa bila tidak terpenuhi
manusia akan mengalami penderitaan. Dan bila sengaja tidak di penuhi, manusia
telah melakukan penganiayaan. Namun bila hasrat menjadi patokan untuk selalu di
penuhi akan membawa pada kesesatan yang berujung pada penderitaan kekal di
akhirat.
Manusia
sebagai mahluk yang berakal dan berfikir, tidak hanya menggunakan insting namun
juga pemikirannya dan perasaanya.Tidak hanya naluri namun juga nurani.Manusia
diciptakan sebagai mahluk yang paling mulia namun manusia tidak dapat berdiri
sendiri secara mutlak.Manusia perlu menjaga dirinya dan selalu mengharapkan
perlindungan kepada penciptanya.Manusia kadang kala mengalami kesusahan dalam
penghidupanya, dan terkadang sakit jasmaninya akibat tidak dapat memenuhi
penghidupanya.
Manusia
memerlukan rasa aman agar dirinya terhidar dari penyiksaan. Karena bila tidak
dapat memenuhi rasa aman manusia akan mengalami rasa sakit. Manusia selau
berusaha memahami kehendak Allah, karena bila hanya memenuhi kehendak untuk
mencapai hasrat, walau tidak menderita didunia, namun sikap memenuhi kehendak
hanya akan membawa pada pintu-pintu kesesatan dan membawa pada penyiksaan
didalam neraka.
Manusia didunia melakukan kenikmatan
berlebihan akan membawa pada penderitaan dan rasa sakit. Muncul penyakit
jasmani juga terkadang muncul dari penyakit rohani.Manusia mendapat penyiksaan
di dunia agar kembali pada jalan Allah dan menyadari kesalahanya. Namun bila
manusia tidak menyadari malah semakin menjauhkan diri maka akan membawa pada
pederitaan di akhirat.
Banyak
yang salah kaprah dalam menyikapi penderitaan.Ada yang menganggap sebagai
menikmati rasa sakit sehingga tidak beranjak dari kesesatan.Sangat terlihat
penderitaan memiliki kaitan dengan kehidupan manusia berupa siksaan, kemudian
rasa sakit, yang terkadang membuat manusia mengalami kekalutan mental.Apa bila
manusia tidak mampu melewati proses tersebut dengan ketabahan, di akherat kelak
dapat menggiring manusia pada penyiksaan yang pedih di dalam neraka.
C.
Penderitaan dan Perjuangan
Setiap
manusia yang ada di dunia ini pasti akan mengalami penderitaan, baik yang berat
maupun yang ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat
kodrati, karena tergantung kepada manusia itu sendiri bisa menyelesaikan
masalah itu semaksimal mungkin apa tidak. Manusia dalah makhluk berbudaya,
dengan budaya itulah ia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam hidupnya
atau yang dialaminya. Hal ini bisa mebuat manusia kreatif, baik bagi penderita
sendiri maupun bagi orang lain yang melihat atau berada di sekitarnya.
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi
manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia,
tetapi juga harus merasakan penderitaan.Manusia juga harus optimis tiap mengalami
penderitaan tersebut, karena penderitaan sebagaimana halnya hanya sebagai ujian
dari yang Maha Kuasa.Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya untuk
meneruskan kelangsungan hidup. Caranya manusia terssebut harus berjuang
menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan, masyarakat sekitar, dengan
waspada dan disertai doa kepada Tuhan supaya kita bisa terhindar dari segala
bahaya dan malapetaka. Manusia hanya berencana tetapi Tuhan juga yang
menentukan.Kelalaian manusia bisa menjadi sumber dari segala penderitaan
tersebut. Penderitaan yang terjadi selain dialami sendiri oleh orang yang
bersangkutan, tetapi juga bisa dialamai oleh orang lain. Penderitaan juga bisa
terjadi akibat kelalaian orang lain atau penderitaan orang lain.
D.
Penderitaan
dan Sebab-sebabnya
Penderitaan
yang timbul karena perbuatan buruk manusia Penderitaan ini menyangkut tentang
manusia dan lingkungan sekitarnya.Penderitaan ini kadang disebut nasib buruk.
Nasib buruk ini dapat diperbaiki manusia hingga menjadi nasib baik. Dengan kata
lain manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya. Tetapi kalau takdir Allah yang
menentukan kita hanya bisa menerima, sedangkan nasib buruk itu manusia sebagai
penyebabnya. Maka dari itu manusia dituntut untuk berusaha untuk mendapatkan
kehidupan sebaik baiknya dengan cara yang baik pula. Apabila kita kelompokkan
secara sederhana berdasarkan sebab-sebab timbulnya penderitaan, maka
penderitaan manusia dapat diperinci sebagai berikut:
a. Penderitaan
yang timbul karena perbuatan buruk manusia
Penderitaan
yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam
hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.Penderitaan
ini kadang disebut nasib buruk.Nasib buruk mi dapat diperbaiki manusia supaya
menjadi baik.Dengan kata lain, manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya.
Perbedaan nasib buruk dan takdir, kalau takdir, Tuhan yang menentukan sedangkan
nasib buruk itu manusia penyebabnya.
b. Penderitaan
yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan.
Penderitaan
manusia dapat juga terjadi akibat penyakit atau siksaan/azab Tuhan.Namun
kesabaran, tawakal, dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk mengatasi
penderitaan itu.Banyak contoh kasus penderitaan semacam mi dialami manusia.
Beberapa kasus penderitaan dapat diungkapkan bentuk ini:
1. Seorang anak lelaki
buta sejak dilahirkan, diasuh dengan tabah oleh orang tuanya. Ia disekolahkan,
kecerdasannya luar biasa. Walaupun ia tidak dapat melihat dengan mata hatinya
terang benderang. Karena kecerdasannya, ia memperoleh pendidikan sampai di
Universitas, dan akhirnya memperoleh gelar Doktor di Universitas Di Sorbone
Perancis. Dia adalah Prof. Dr. Thaha Husen, Guru besar Universitas di Kairo
Mesir.
2. Nabi Ayub mengalami siksaan Tuhan, tetapi
dengan sabar ia menerima cobaan ini. Bertahun-tahun ia menderita penyakit
kulit, sehingga istrinya bosan memeliharanya, dan ia dikucilkan. Berkat
kesabaran dan pasrah kepada Tuhan, sembuhlah Ia dan tampak lebih muda, sehingga
istrinya tidak mengenalinya lagi. Di sini kita dihadapkan kepada masalah sikap
hidup kesetiaan, kesabaran, tawakal, percaya, pasrah, tetapi juga sikap hidup
yang lemah, seperti kesetiaan dan kesabaran sang istri yang luntur, karena
penyakit Nabi Ayub yang lama
E.
Pengaruh
Penderitaan
Orang
yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan
sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap
negatif.Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa,
putus asa, dan ingin bunuh diri.Sikap ini diungkapkan dalam peribahasa “sesal
dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”, “nasi sudah menjadi
bubur”.Kelanjutan dan sikap negatif ini dapat timbul sikap anti, misalnya anti
kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap
positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan
rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dan penderitaan,
dan penderitaan itu adalah hanya bagian dan kehidupan. Sikap positif biasanya
kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap
anti, misalnya anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa; anti ibu
tiri, ia berjuang melawan sikap ibu tiri; anti kekerasan, ia berjuang menentang
kekerasan, dan lain-lain.
Apabila sikap negatif dan sikap positif ini
dikomunikasikan oleh para seniman kepada
para pembaca, penonton, maka para pembaca, para penonton akan memberikan
penilaiannya. Penilaian itu dapat berupa kemauan untuk mengadakan perubahan
nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat dengan tujuan perbaikan keadaan.Keadaan
yang sudah tidak sesuai ditinggalkan dan diganti dengan keadaan yang lebih
sesuai.Keadaan yang berupa hambatan harus disingkirkan.
F.
Kekalutan
Mental
Pengertian kekalutan mental merupakan suatu
keadaan dimana jiwa seseorang mengalami kekacauan dan kebingungan dalam dirinya
sehingga ia merasa tidak berdaya. Saat mendapat kekalutan mental berarti
seseorang tersebut sedang mengalami kejatuhan mental dan tidak tahu apa yang
mesti dilakukan oleh orang tersebut. Dengan mental yang jatuh tersebut tak
jarang membuat orang yang mengalami kejatuhan mental menjadi tak waras lagi
atau gila.Karena itu orang yang mengalami kejatuhan atau kekalutan mental
seharusnya mendapat dukungan moril dari orang-orang dekat di sekitarnya seperti
orangtua, keluarga atau bahkan temanteman dekat atau teman-teman
pergaulannya.Hal tersebut dibutuhkan agar orang tersebut mendapat semangat lagi
dalam hidup.
·
Gejala-gejala seseorang
mengalami kekalutan mental
Jasmaninya sering
merasakan pusing-pusing, sesak napas, demam dan nyeri pada lambung.Jiwanya
sering menunjukkan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, dan
mudah marah.
·
Tahap-tahap gangguan
kejiwaan Tahapan-tahapan gangguan jiwa adalah
Gangguan kejiwaan
nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun
rohaninya. Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau
lari, sehingga cara bertahan dirinya salah, pada orang yang tidak menderita
gangguan kejiwaan bila menghadapi persoalan, justru lekas memecahkan
problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Kekalutan merupakan titik patah
(mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan.
G. Proses Kekalutan Mental
Proses-proses
kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorongnya ke arah Positif :
trauma (luka jiwa) yang dialami dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap
survive dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajud waktu malam hari untuk
memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang
dihadapinya, ataupun melakukan kegitan yang positif setelah kejatuhan dalam
kehidupan. Negatif : trauma dialami diperlannkan atau diperturutkan, sehingga
yangbersangkutan mengalami frustasi,yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya
apa yang diinginkan.
H. Siksaan
Penderitaan
biasanya di sebabkan oleh siksaan. Baik fisik ataupun jiwanya.Siksaan atau penyiksaan
(Bahasa Inggris: torture) digunakan untuk merujuk pada penciptaan rasa sakit
untuk menghancurkan kekerasan hati korban. Segala tindakan yang menyebabkan
penderitaan, baik secara fisik maupun psikologis, yang dengan sengaja
dilakukkan terhadap seseorang dengan tujuan intimidasi, balas dendam, hukuman,
pemaksaan informasi, atau mendapatkan pengakuan palsu untuk propaganda atau
tujuan politik dapat disebut sebagai penyiksaan. Siksaan dapat digunakan
sebagai suatu cara interogasi untuk mendapatkan pengakuan. Siksaan juga dapat
digunakan sebagai metode pemaksaan atau sebagai alat untuk mengendalikan
kelompok yang dianggap sebagai ancaman bagi suatu pemerintah.Arti siksaan,
siksaan berupa jasmani dan rohani bersifat psikis, kebimbangan, kesepian, ketakutan.
Siksaan Yang Sifatnya
Psikis :
·
Kebimbangan memiliki
arti tidak dapat menetukan pilihan mana yang akan dipilih.
·
Kesepian merupakan rasa
sepi yang dia alami pada dirinya sendiri / jiwanya walaupun ia dalam lingkungan
orang ramai.
·
Ketakutan adalah sebuah
sesuatu yang tidak dinginkan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan
batin. Bila rasa takut itu dibesar – besarkan tidak pada tempatnya, maka
disebut sebagai phobia
Penyebab seseorang
merasakan ketakutan, antara lain:
1. Claustrophobia
dan agrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup.
2. Gamang adalah rasa takut akan tempat yang
tinggi.
3. Kegelapan adalah rasa takut bila seseorang
berada di tempat gelap.
4. Kesakitan merupakan ketakutan yang disebabkan
oleh rasa sakit yang akan dialami.
5. Kegagalan
ketakutan dari seseotang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan
dijalankan mengalami kegagalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar