Penelitian Terbaru Polusi Udara
Polusi udara adalah salah satu masalah yang sampai saat ini belum bisa
ditangani hingga tuntas. Polusi udara akan semakin parah apalagi dimusim
kemarau. Sumber polusi udara yang utama disebabkan oleh aktivitas industri dan
transportasi terutama kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang
mengandung zat pencemar.
Menurut World Health Organization (WHO), 9 dari 10
orang di dunia menghirup udara dengan tingkat pencemaran yang tinggi. Menghirup
udara yang tercemar sangat membahayakan kesehatan. WHO menyatakan bahwa paling
tidak 7 juta orang meninggal setiap tahunya akibat terpapar partikel polutan di
udara yang memicu beberapa penyakit seperti; stroke, penyakit jantung, kanker
paru-paru, diabetes, dan infeksi saluran pernafasan termasuk Pneumonia. Selain
penyakit-penyakit tersebut, kini para ilmuwan menemukan fakta baru yang
mengejutkan yaitu polusi udara juga dapat menurunkan kecerdasan manusia.
Penelitian untuk mengetahui pengaruh polusi udara terhadap kecerdasan
telah dilakukan di China dalam kurun waktu penelitian selama 4 tahun. Adapun
bentuk tes yang dilakukan adalah dalam bentuk tes verbal dan tes matematika[4].
Meskipun tes ini dilakukan di China, riset ini dianggap relavan karena sekitar
95% populasi global kini menghirup udara yang tidak aman. Di Shijiazhuang, ibu
kota Provinsi Hebei, tingkat Particulate Matter (PM2.5)
melonjak menjadi 1.000 mikrogram per meter kubik. PM2.5 adalah
partikel polutan yang berukuran 0,1-2,5 nanometer. Padahal patokan dari WHO
untuk tingkat rata-rata aman, maka PM2.5 tak lebih dari 10
mikrogram per meter kubik. Sementara itu, untuk PM2.5 di Kota
Tianjin tercatat mencapai level 334 mikrogram per meter kubik, dan di Beijing
mencapai 212 mikrogram per meter kubik.
1. Penurunan pengetahuan signifikan
Riset ini dilakukan hampir di seluruh penjuru China dengan level
populasi udara yang berbeda. Penelitian ini dikuti oleh 20.000 partisipan
berbagai usia penelitian ini juga menganalisis perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.
Penelitian
itu menunjukan bahwa semakin tinggi polusi udara mengakibatkan menurunnya
signifikasi pada nilai tes verbal dan matematika. Bahkan jika dirata-ratakan
akan setara dengan kehilangan pendidikan selama satu tahun. Efek yang lebih buruk
terjadi pada mereka yang berusia diatas 64 tahun (lansia), mereka yang berjenis
kelamin laki-laki, dan mereka yang berpendidikan rendah.
Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain yakni
Profesor Dr. Lilian Calderon-Garciduenas dan timnya dari University of
Montana mengungkapkan bahwa anak-anak yang tinggal dikota-kota besar
akan meningkatkan risiko untuk radang otak dan perubahan neurodegenerative,
termasuk Alzheimer (pikun menahun) atau penyakit Parkinson (gangguan pada organ
otak). Polusi udara juga mempengaruhi gen yang bernama polipoproteinepsilon 4
dimana gen ini dapat menurunkan IQ anak hingga 10 poin.
Ketika partikel udara dan komponen seperti logam yang terhirup atau
tertelan akan melewati beberapa organ, termasuk pernapasan, pencernaan dan
menghambat darah ke otak sehingga dapat menimbulkan efek berbahaya jangka
panjang. Selain adanya gangguan dalam penghalang darah ke otak, akan membuka
pintu untuk neurotoksin berbahaya, bakteri dan virus.
2. Respon otak menurun
Selain itu pada tahun 2008 sebuah penelitian yang dilakukan atas
kerjasama antara School of Public Health di Harvard University dan University
of North Carolina di Chape Hill, menunjukan bahwa kadar ozon yang tercemar
dapat menurunkan konsentrasi, menimbulkan short-term memory dan
menurunkan respon otak yang setara dengan kemunduran otak pada usia 3,5-5 tahun
lebih tua dari usia sebenarnya.
Seperti yang dijabarkan sebelumnya bahwa polusi udara merupakan satu
masalah yang telah mengglobal tapi belum dapat diatasi secara tuntas. Tapi kita
dapat mengurangi dampaknya sedikit yaitu dengan cara: pertama kita dapat
menggunakan energi ramah lingkungan. Kedua kita dapat mengurangi penggunaan
kendaraan bermotor dengan cara menggunakan kendaraan umum, ketiga melakukan
penanaman kembali (reboisasi).
Meski penggunaan masker tidak bisa memproteksi sepenuhnya, tetapi maker
bisa memperkecil risiko terjadinya terkena infeksi saluran pernapasan akut.
Pada salah satu penelitian yang dimuat di British Medical Journal tahun
2009 dikatakan bahwa dari enam orang yang mempergunakan masker, maka dapat
mencegah satu kejadian terjadinya ISPA. Jenis masker sendiri sangat beragam,
namun yang paling banyak dijual di pasaran adalah masker tipe surgical mask
(masker bedah).
Penggunakan masker kain dan masker bedah sebenarnya kurang efektif untuk
memfiltrasi partikel dan polutan. Sedangkan masker N95 jauh lebih baik karena
masker ini mampu memfiltrasi partikel yang berukuran hingga 0,5 mikron.
Sementara kita tahu bahwa kuman-kuman itu memiliki diameter rata-rata dibawah 5
mikron, namun masker ini juga kurang praktis digunakan karena mengingat
harganya yang bisa dibilang cukup mahal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar